A.
JUDUL
IMPLEMENTASI DIAKONIA TRANSFORMATIF PADA JEMAAT GMIM
SETIA KUDUS PONDANG DI WILAYAH AMURANG I
B.
BIDANG STUDI
PRAKTIKA
C.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang Masalah
Salah
satu isu kritis yang digumuli gereja, termasuk Gereja Masehi Injili di Minahasa
(GMIM), dewasa ini adalah praktik diakonia. Meskipun harus diakui bahwa dewasa
ini soal pemaknaan yang sesungguhnya senantiasa mengalami dinamika secara
tafsir, namun satu hal yang jelas bahwa diakonia adalah sesuatu yang seharusnya
dipraktikkan sebagai salah satu misi gereja atau salah satu tugas panggilan
gereja di dunia ini. Seperti yang dipahami dari pemikiran
John Stott bahwa kita dipanggil keluar dari dunia untuk menjadi milik Allah dan
diutus kembali ke dunia untuk menjadi saksi dan melayani. Hal ini memberi implikasi bahwa diakonia adalah suatu
misi atau tugas panggilan penting bagi gereja.
Pentingnya
diakonia bagi gereja dapat juga dipahami dari pemikiran Sikkel yang
mengemukakan bahwa gereja bisa hidup tanpa gedung, tetapi gereja tidak bisa
hidup tanpa diakonia.
Mengacu pada pemahaman ini jelas menggambarkan betapa pentingnya diakonia untuk
kehidupan gereja. Bahkan dijelaskan juga gerakan Yesus tidak dapat dipisahkan
dengan gerakan solidaritas bagi jemaat miskin. Sifat gerakan solidaritas
tersebut dipraktikkan melalui diakonia gereja. Di samping itu juga, pentingnya
diakonia tidak dapat dilepaskan dengan tujuan diakonia adalah
untuk mewujudkan manusia dan dunia baru. Diakonia tidak dimaksudkan sekedar
untuk menciptakan hubungan antara pemberi dan penerima. Diakonia harus
dijalankan dalam rangka Missio Dei,
yaitu kehadiran pemerintahan Allah di dunia.
Ketika
membicarakan jemaat miskin, maka kemudian akan muncul dalam benak tentang
pergumulan gereja akan masalah-masalah seperti kemiskinan, ketidakadilan,
penderitaan, ketimpangan, ketidakberdayaan, terpinggirkan, lemah, dan konotasi
yang bersifat negatif lainnya. Padahal, mereka adalah makhluk ciptaan Tuhan
yang perlu mendapatkan diakonia yang tidak hanya terbatas dalam arti sebagai
amal, tetapi pemberian diakonia itu pada hakikatnya merupakan hak setiap orang,
termasuk di dalamnya adalah orang miskin dan tertindas.
Yesus
sebagai teladan yang menampakkan diri sebagai Putra Allah memilih lahir dalam
pangkuan orang-orang lemah dan miskin. Ia menjungkirbalikkan norma-norma yang
biasanya merajai setiap agama, yang selalu ingin dekat dan disenangi para
penguasa dan kaya. Yesus mendekat kepada manusia, khususnya manusia yang tidak
mempunyai kedudukan maupun arti, untuk mengangkat mereka dari status hina ke
dalam tingkat kemanusiaan yang terhormat dan bermartabat.
Setiap orang Kristen harus terlibat dalam menolong orang yang kesusahan
atau yang sedang membutuhkan bantuan. Seperti Yesus yang memperhatikan orang
yang berkekurangan begitu juga manusia harus memperhatikan sesama. Cara dan
bentuk pelayanan dan bahan-bahan yang digunakan berbeda-beda, tetapi tidak
boleh ada seorangpun diantara mereka (butuh pertolongan) yang dilampaui atau
dilupakan. Tujuan pelayanan supaya anggota jemaat menjadi orang-orang percaya
yang dewasa sehingga dapat menunaikan tugas yang dipercayakan dengan baik.
Noordegraaf menjelaskan
bahwa diakonia dapat diartikan secara luas dan secara khusus.
Arti diakonia secara luas dapat dipahami sebagai semua pekerjaan yang dilakukan
dalam pelayanan bagi Kristus di jemaat, untuk membangun dan memperluas jemaat,
oleh mereka yang dipanggil sebagai pejabat dan oleh anggota jemaat biasa. Arti
diakonia secara khusus dapat dipahami memberi bantuan kepada semua orang yang
mengalami kesulitan dalam kehidupan bermasyarakat. Mengacu pada arti secara
khusus mengandung suatu pemahaman bahwa diakonia gereja tidak hanya terbatas
pada orang-orang miskin, namun mencakup semua orang yang bergumul dengan
masalah kehidupan masyarakat.
Apabila menelaah
kitab-kitab Injil seperti Matius, maka diperoleh pemahaman tentang diakonia
secara alkitabiah. Dalam Matius 22:37 dan 39 difirmankan “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap
akal budimu” dan “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Dengan
merujuk pada Matius 22 ayat 37 dan 39 jelas mengandung suatu makna alkitabiah
yakni diakonia sebagai pelayanan kasih dan keadilan. Hal ini sejalan dengan
penjelasan Abineno bahwa perbuatan kasih dan keadilan – yang Allah tugaskan
kepada umat-NYA sebagai pelayanannya kepada sesama manusia – dalam Perjanjian
Baru disebut diakonia (=pelayanan).
Dalam perkembangannya,
praktik diakonia dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu: diakonia karitatif,
diakonia reformatif, dan diakonia transformatif.
Selama ini institusi gereja, termasuk GMIM, cenderung lebih berorientasi
mempraktikkan bentuk diakonia karitatif dan diakonia reformatif. Praktik kedua
bentuk diakonia tersebut tampaknya belum memberikan sumbangan yang berarti
terhadap kehidupan jemaat karena jemaat yang miskin bukan menurun tapi malah
meningkat, jemaat yang mengalami kesengsaraan dan penindasan bukan berkurang
justru masih memprihatinkan, dan yang tak kalah memilukan adalah moralitas
jemaat yang makin merosot. Ketika gereja secara institusi menyediakan dan
memberi bantuan beras untuk keluarga miskin dan para janda dan duda,
mengunjungi jemaat dalam penjara dengan membawa makanan, dan saling berlomba
membangun gedung gereja yang megah. Kesenjangan antara jemaat kaya dan miskin
adalah suatu realitas yang terlihat di tengah kehidupan jemaat. Tampaknya
pembangunan yang hanya memberi perhatian pada pertumbuhan ekonomi, bantuan
modal dan teknik tidaklah cukup menyelesaikan masalah kemiskinan dan
ketikadilan.
Gereja secara kelembagaan
dan individual dapat saja misalnya memberi ikan kepada jemaat yang lapar dan
memberi pancing serta mengajarkan jemaat memancing. Namun, apalah artinya semua
itu jika pada akhirnya praktik-praktik diakonia tersebut tidak bisa membebaskan
jemaat dari belenggu kemiskinan dan ketidakadilan. Dengan kata lain, apalah
gunanya apabila praktik diakonia gereja tidak diaktualisasikan dalam rangka missio dei yakni menghadirkan
pemerintahan Allah di dunia. Kendatipun praktik bentuk diakonia karitatif dan
diakonia reformatif tetap menjadi penting, namun praktik diakonia yang terlalu
berorientasi pada kedua bentuk tersebut justru akan menimbulkan
ketidakseimbangan dalam mewujudkan diakonia gereja yang sesungguhnya. Oleh
sebab itu, praktik diakonia yang lebih fokus pada pemberdayaan dan pembebasan
atau dengan kata lain perlunya mengembangkan praktik diakonia transformatif.
Suatu kenyataan yang
harus digumuli gereja sekarang ini adalah proses globalisasi dalam seluruh
bidang kehidupan manusia, termasuk dalam bidang kehidupan kepelayanan gereja.
Mau atau tidak mau gereja harus bergumul dengan pengaruh globalisasi. Apakah
misalnya masalah kemiskinan tidak lagi menjadi pergumulan gereja di era
globalisasi? Pergumulan mengenai masalah kemiskinan masih tetap berlanjut dan
jemaat miskin akan tetap berada di sekitar kehidupan bergereja sebagaimana yang
diungkapkan oleh Yesus bahwa orang miskin selalu ada pada kamu (Yohanes 12:8).
Oleh sebab itu, untuk menghadirkan Injil Kerajaan Allah di muka bumi ini
kiranya perlu terus dicari dan ditemukan serta untuk kemudian dikembangkan
sebagai bentuk baru berteolog bersama masyarakat.
Injil pembebasan dan pemberdayaan penting diupayakan agar bentuk diakonia
gereja tidak kehilangan relevansinyanya dan pengaruhnya di tengah arus globalisasi.
Salah satu bentuk diakonia gereja yang dapat dipraktikkan sekarang ini ialah
diakonia transformatif.
Sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya bahwa praktik diakonia karitatif dan diakonia reformatif
atau pembangunan tetap menjadi penting dalam konteks kepelayanan gereja. Namun,
praktik diakonia transformatif tidaklah kalah pentingnya dalam konteks
kepelayanan gereja secara menyeluruh. Artinya, untuk memecahkan masalah
kemiskian dan ketidakadilan bagi jemaat tampaknya tidak memadai lagi dengan
praktik diakonia karitatif dan diakonia reformatif, melainkan membutuhkan
sentuhan baru dalam konteks kepelayanan gereja yakni praktik diakonia
transformatif yang dilukisan dengan gambar mata terbuka. Artinya, diakonia
tranformatif adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan memampukan kaki
seseorang untuk kuat berjalan sendiri.
Banyak jemaat yang buta
hukum, kesehatan, pendidikan, politik, budaya, keamanan, ekonomi dan bidang
kehidupan lain serta mengalami kelumpuhan dan keputusasaan. Mereka butuh
penyadaran atas hak-hak mereka dan memberdayakan mereka menjadi sosok jemaat
dalam kerangka missio dei di dunia.
Mereka bukan hanya dilihat sebagai pihak yang perlu menerima diakonia, tetapi
perlu diangkat melalui suatu proses penyadaran dan pemberdayaan agar kelak nantinya
menjadi pemberi diakonia kasih bagi Tuhan Allah di dalam Yesus Kristus dan bagi
sesama jemaat.
Pengamatan awal (studi
pendahuluan) peneliti di jemaat GMIM Setia Kudus Pondang menunjukkan bahwa
upaya praktik diakonia transformatif belum optimal. Keadaan belum optimalnya
praktik diakonia transformatif diindikasikan dengan telah dibuat program gereja
yang masih sebatas “di atas kertas” dan tersedianya sumber daya seperti alokasi
biaya (seperti pemberdayaan ekonomi jemaat), waktu (jadwal pelaksanaan), dan
tenaga (jemaat dan tenaga pelayan untuk pemberdayaan), namun sayangnya program
gereja yang terkait dengan diakonia transformatif tersebut belum dapat
diimplementasikan sebagaimana yang telah direncanakan karena berbagai faktor
yang memengaruhinya. Situasi problematik mengenai praktik diakonia
transformatif dalam artian telah diprogramkan namun belum diimplementasi karena
berbagai faktor yang memengaruhi) sangat menarik bagi peneliti untuk
mengkajinya dalam bentuk penelitian. Dengan cara seperti ini diharapkan
peneliti dapat mendalami secara ilmiah berdasarkan perspektif teologis dan
menghasilkan rumusan temuan penelitian yang akan dijadikan bahan kajian agar
program diakonia transformatif dapat diimplementasi untuk memberdayakan dan
membebaskan jemaat dari masalah kehidupan berjemaat dan bermasyarakat.
Berdasarkan uraian pada latar belakang
masalah tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul: Implementasi
Diakonia Transformatif paada Jemaat GMIM Setia Kudus Pondang di Wilayah Amurang
I.
2.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar
belakang pemikiran di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai
berikut:
-
Gereja cenderung
lebih berorientasi mempraktikkan diakonia karitatif dan reformatif
-
Praktik diakonia
yang dilakuikan gereja belum bisa membebaskan jemaat dari belenggu kemiskinan
dan ketidakadilan
-
Praktik diakonia
transformatif belum optimal
3.
Batasan Masalah
Masalah terkait dengan diakonia transformatif adalah
luas dan kompleks. Berhubungan ketersedia sumberdaya penelitian berupa biaya,
waktu, dan tenaga terbatas, peneliti membatasi penelitian ini pada masalah
implementasi implementasi diakonia transformatif dan faktor-faktor yang
memengaruhi implementasi diakonia transformatif pada jemaat GMIM Setia Kudus
Pondang di Wilayah Amurang Satu.
4.
Rumusan
Masalah
-
Bagaimana implementasi diakonia transformatif pada
jemaat GMIM Setia Kudus Pondang?
-
Faktor-faktor
apa saja yang memengaruhi implementasi diakonia transformatif pada jemaat GMIM
Setia Kudus Pondang?
5.
Tinjauan Pustaka
Untuk
membantu penulis dalam mengkaji isi Implementasi Diakonia Transformatif Pada
jemaat GMIM Setia Kudus Pondang di Wilayah Amurang I, maka penulis membutuhkan
buku-buku yang akan dipakai sebagai bahan acuan utama bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi. Antara lain:
-
J.P.
Widyatmadja Yesus dan Wong Cilik. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 2012. Penulis berpendapat bahwa diakonia sebagai pelayanan kasih
tidak lagi menjadi monopoli kegiatan institusi gereja tetapi telah dilakukan
oleh lembaga pelayanan Kristen (LPK) dan LSM di luar gereja. Bentuk dan cara
diakonia yang dilakukan oleh organisasi sosial Krosten telah berkembang lebih
maju dan cvepat daripada yang dilakukan oleh institusi gereja. Pada umumnya,
cara berdoakonia dapat dibagi tiga bentuk, yaitu diakonia karitatif, diakonia
reformatif (pembangunan), dan diakonia transformatif (pembebasan). Diakonia
karitatif digambarkan adalah pelayanan memberikan ikan pada orang yang lapar,
sedangkan diakonia reformatif memberikan pancing dan mengajar seseorang
memancing, tetapi diakonia reformatif digambarkan dengan gambar mata terbuka.
Artinya, diakonia transformatif adalah pelayanan mencelikkan mata yang buta dan
memampukan kaki seseorang untuk kuat berjalan sendiri.
-
J. L. Ch. Abineno Diaken. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 2010. Khusus halaman 2-10. Salah satu nas penting tentang
diakonia dalam kitab-kitab Injil ialah Matius 22:34-40, yang memuat jawaban
Yesdus kepaeda orang-orang Farisi yang mau mencobai-Nya. Yaitu perbuatan kasih
dan keadilan yang Allah tugaskan kepada umat-Nya sebagai pelayanannya kepada
sesamanya manusia. Dalam Kisah Para Rasul kata diakonia mendapat suatu arti
yang spesifik. Dalam pasal 6:1 tentang perjamuan (=makan dan minum) bersama.
Perjamuan bersama itu disebut “pelayanan
sehari-hari” dan “pelayanan gereja”
untuk membedakannya dengan “pelayanan Firman”. Dalam surat-surat para rasul,
diantaranya ialah Roma 19:25 dan 31; 1Korintus 8:14,17 dan 30; 9:1,12 dan 13.
Diantaranya terdapat beberapa tugas atau pelayannan yang mempunyai sifat
diakonal, yaitu melayani, membagi-bagikan, dan keterampilan untuk melayani.
-
A. Noordefraaf Orientasi Diakonia Gereja.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2003. Penulis berpendapat bahwa diakonia
sesungguhnya hanya dapat terjadi dengan adanya sikap tergerak, perhatian yang
sungguh untuk sesama, sikap solidaritas, saat kita tidak berada di atas, tetapi
di samping sesama kita untuk memberikannya (wanita atau pria) tempat yang
wajar. Diakonia mencakup arti luas, yaitu semua pekerjaan yang dilakukan dalam
pelayanan bagi Kristus di jemaar, untuk
membangun dan memperluas jemaat, oleh mereka yang dipanggil sebagai pejabat dan
oleh anggota jemaat biasa.
-
Malcolm Brownlee Tugas Manusia Dalam Dunia Milik
Tuhan. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993. Allah menaruh perhatian khusus
kepada orang-orang miskin dan Ia ingin supaya gereja juga berbuat demikian.
Gereja harus memberi kesaksia kepada kebenaran bahwa Anak Manusia datang untuk
mencari dan menyelamatkan yang hilang. Alkitab berkata bahwa waktu kita
menolong orang miskin, kita meniru Allah sendiri.
-
Gerrrit Singgih Mengantisipasi masa depan: berteologi dalam konteks di awal Milenium
III. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2005. Khususnya
halaman 23-30 membahas mengenai pelaksanaan diakonia yang kontekstual.
Bagaimana menjalankan diakonia karitatif,
reformatif, dan transformatif dalam konteks gambaran dunia sosial budaya
yang mewakili realitas Indonesia.
-
Jhon
Stott The Living Church. Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 2010. Halaman 8-9 membahas mengenai gereja yang mengasihi
yang dilakukan oleh orang-orang Kristen perdana, secara khusus mereka mengasihi
dan memperhatikan saudara-saudari mereka yang miskin.
-
J. L. Ch. Abineno Pokok-pokok Penting Dari Iman
Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2012. Halaman 189-232 dengan topik bahasan gereja I,
II, dan III yang menjelaskan tentang tugas dan kewajiban gereja sebagai lembaga
dan pelayanannya.
-
Josef P. Widyatmadja Diakonia Sebagai
Misi Gereja. Yogyakarta: Kanisius. 2009. Membahas tentang diakonia,
bahwa pelayanan diakonis itu mestilah tanpa pamrih. Diakonia tidak boleh
mempunyai maksud-maksud sampingan seperti misalnya menambah jumlah anggota
gereja. Diakonia adalah pembebasan manusia dari berbagai keterpurukan dan
keterbelakangannya, sebagaimana secara penuh diperlihatkan oleh Yesus Kristus
sendiri.
-
G.
Riemer Jemaat yang Diakonal. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih. 2004.
Menjelaskan bahwa diakonal sama dengan pelayanan kasih.
6.
Tujuan Penelitian
-
Mendeskripsikan
implementasi diakonia transformatif pada jemaat GMIM Setia Kudus Pondang.
-
Mendeskripsikan
faktor-faktor yang memengaruhi implementasi diakonia transformatif pada jemaat
GMIM Setia Kudus Pondang.
7.
Manfaat Penelitian
-
Bagi Badan
Pekerja Majelis Sinode (BPMS), hasil penelitian ini bermanfaat sebagai bahan
masukan dalam rangka pengembangan bentuk diakonia transformatif di semua aras
jemaat dan wilayah.
-
Bagi Badan
Pekerja Majelis Wilayah (BPMW) Amurang Satu, hasil penelitian ini bermanfaat
dijadikan acuan pengembangan bentuk diakonia transfoirmatif secara luas pada jemaat-jemaat
di aras wilayah.
-
Bagi Badan
Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) GMIM Setia Kudus Pondang, hasil penelitian ini
bermanfaat untuk memperbaikan dan melaksanakan program diakonia transformatif.
-
Bagi jemaat,
hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberdayakan dan membebaskan mereka dari
permasalahan seperti kemiskinan dan ketidakadilan.
8.
Metodologi
Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan
adalah melalui pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan
berupa angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya.
Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin
menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci dan
tuntas. Oleh karena itu penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini
adalah dengan mencocokkan antara realita empirik dengan teori yang berlaku
dengan menggunakan metode deskriptif.
Penelitian Kualitatif seperti yang diterangkan oleh
Suharsimi Arikunto metode penelitian kualitatif yang dikenal di Indonesia
adalah “kualitatif naturalistik” yang menunjukan bahwa pelaksanaan penelitian
ini memang terjadi secara alamiah, apa adanya, dalam situasi normal yang tidak
dimanipulasi keadaan dan kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami.
Dengan kata lain metode ini dikenal dengan sebutan pengambilan data secara
alami atau natural, sehingga yang diperlukan dalam metode ini adalah
keterlibatan peneliti secara langsung di lapangan. Metode ini bisa menggunakan
angka dalam hal-hal tertentu, akan tetapi penafsirannya tidak boleh menggunakan
rumus-rumus statistik.
Sehingga untuk memenuhi kelengkapan data yang diperlukan untuk penyusunan
skripsi penelitian akan dilakukan melalui penelitian kepustakaan beberapa
buku-buku yang menunjang dan penelitian lapangan yang berguna untuk pengumpulan
data dari Jemaat GMIM Setia Kudus Pondang.
9.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan
tesis mengikuti pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas
Teologi Universitas Kristen Indonesia Tomohon Yayasan GMIM Ds. A.Z.R. Wenas
edisi revisi tahun 2013.Dalam penulisan skripsi tersebut dikemukakan bahwa
penulisan skripsi dibagi dalam tiga bagian, yaitu: (1) awal, (2) isi, dan (3)
akhir.
Ketiga bagian tersebut dapat dijelaskan berikut ini.
a.
Bagian awal
Bagian
awal skripsi terdiri atas halaman sampul, judul, pernyataan orisinalitas,
pengesahan, kata pengantar/ucapan terima kasih, pernyataan persetujuan
publikasi karya ilmiah untuk kepentingan akademis, abstrak, daftar isi, daftar
tabel, dafar gambar, dan daftar lampiran.
b.
Bagian isi
Bagian
isi skripsi ini terdiri atas Bab I adalah Pendahuluan yang meliputi latar
belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan
manfaat hasil penelitian; Bab II adalah Studi Kepustakaan yang meliputi
pengertian diakonia, Diakonia menurut Perjanjian Lama, Diakonia Menurut
Perjanjian Baru, dan Bentuk Diakonia Transformatif; Bab III adalah Metode
Penelitian yang meliputi alasan menggunakan metode kualitatif, tempat
penelitian, sampel sumber data penelitian, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, dan rencana pengujian keabsahan data;
Bab IV adalah Temuan Penelitian dan Pembahasan; dan Bab V adalah Kesimpulan dan
Saran.
c.
Bagian akhir
Bagian akhir skripsi
ini meliputi daftar referensi dan daftar lampiran.
10.
Rencana Kegiatan
Rincian rencana kegiatan penulisan skripsi ini
disusun seperti dalam tabel 1 berikut.
Tabel
1 Rincian Rencana Kegiatan
Waktu
Pelaksanaan
|
Jenis
Kegiatan
|
23 Maret 2015
|
Pertemuan
dengan dosen pembimbing: membahas penyusunan awal proposal.
|
Januari-Maret 2015
|
Pencarian
Literatur yang berhubungan dengan penyusunan skripsi.
|
20-21 Maret 2015
|
Seminar
proposal penelitian
|
Maret-Mei 2015
|
Penelitian
Literatur
|
Maret-Mei 2015
|
Penelitian
Lapangan
|
Mei 2015
|
Pengelolaan
Data
|
Mei 2015
|
Penyusunan
Laporan
|
Juni 2015
|
Ujian
Skripsi
|
11.
Rencana Anggaran
Rincian rencana
anggaran penulisan skripsi ini disusun seperti dalam tabel 2 berikut.
No
|
Jenis
Kegiatan
|
Anggaran
|
1
|
Biaya
Transportasi
-
Transport (tempat tinggal
peneliti) – (lokasi penelitian/kampus)
Rp. (biaya transport pulang pergi),-
(pulang-pergi), selama 30x (rencana mengunjungi lokasi penelitian/kampus selama penyusunan skripsi) hari. 60 hari x Rp. 15. 000
|
Rp.
700.000,-
|
2
|
Biaya
untuk buku-buku
-
Alat tulis (pulpen, pensil,
tipe-x)
-
Buku penunjang literatur 22 x Rp. 50.000
|
Rp.
50.000,-
Rp.
1.100.000,-
|
3
|
Biaya
Pencetakan:
-
Pembelian Kertas
5 rim x
Rp.50.000,-
-
Print
@Rp. 850.000,-
-
Biaya Jilid (hard cover)
5 x 50. 000
-
Tinta Print
2
x Rp. 30.000
|
Rp. 250.000,-
Rp. 850.000,-
Rp. 250.000.-
Rp. 60.000.-
|
4
|
Biaya
di Fakultas:
-
Kontrak skripsi (12 sks @Rp.
75.000,-)
Rp.
900.000,-,-
-
Pendaftaran Seminar Proposal
Rp.
1.500.000,-
-
Ujian Skripsi
Rp.
3.500.000,-
|
Rp. 5.900.000,-
|
6
|
Biaya
Lain-lain:
|
Rp. 500.000,-
|
Jumlah
|
Rp. 9.660.000,-
|
LAMPIRAN I
Daftar Pustaka
-
Abineno, J.L.Ch. Diaken: Diakonia dan Diakonat Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2010
-
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka
Cipta, 1998
-
Bartlett, D.L. Pelayanan dalam Perjanian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
-
Mangunwijaya,
Y.B. Memuliakan Allah, Mengangkat Manusia
(Jakarta: Kanisius, 199). 15-16.
-
Noordegraaf, A. Orientasi Diakonia Gereja: Teologi dalam Perspektif Reformasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
-
Riemer
G. Jemaat yang Diakonal. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2004.
-
Stott, J. The Living Church: Menggapai Pesan Kitab Suci yang Bersifat Tetap dalam
Budaya Berubah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
-
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R
& D). Bandung: Alfabeta, 2007
-
Widyatmadja, J.P. Yesus & Wong Cilik: Praksis Diakonia Transformatif dan Teologi
Rakyat di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012
-
Jhon
Stott The Living Church. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010
Literatur
-
Alkitab.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2009
-
Browning, W.R.F. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
-
Fakultas Teologi Universitas Kristen
Indonesia Tomohon Yayasan GMIM Ds. A.Z.R. Wenas, Pedoman Penulisan Skripsi, Tomohon: Fakultas Teologi Universaitas
Kristen Indonesia Tomohon, 2013
-
Walker, D. F. Konkordansi Alkitab. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2003
-
Widyatmadja
Josef
P. Diakonia
Sebagai Misi Gereja. Yogyakarta: Kanisius, 2009
LAMPIRAN II
-
Curriculum Vitae
Nama :
Valen Beatrix Lengkong
Tempat, Tanggal lahir : Manado, 6 Juli 1994
Alamat :
Kelurahan Pondang, Lingk. I, Kecamatan
Amurang
Timur
Jenis Kelamin :
Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa di
Perguruan Tinggi
Universitas
Kristen Indonesia Tomohon, Yayasan Ds. A.Z.R Wenas,
Fakultas Teologi.
Umur :
20 Tahun
Nama Ayah : Jeffry S. J. Lengkong
Pekerjaan : Dosen
Nama Ibu :
Grace Kelly Ruaw
Pekerjaan : Guru
Status dalam keluarga : Anak Kandung
Nama Saudara : Farland Rensis Lengkong
Riwayat
Pendidikan
-
Lulus SD Negeri Inpres Pondang Tahun 2006.
-
Lulus SMP Negeri 1 Amurang Tahun 2008.
-
Lulus SMA Negeri 1 Amurang Tahun 2011.
-
Masuk di Fakultas Teologi UKIT Yayasan Ds. A.Z.R
Wenas Tahun 2011.
urch: Menggapai
Pesan Kitab Suci yang Bersifat Tetap dalam Budaya Berubah (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010), 2.
Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitia. (Jakarta
: Rineka Cipta, 1998), 12.